Gelar Karpet dan Makan Makan

Mengapa Orang Menggelar Karpet Saat Membuka Lahan?

Mengapa Orang Menggelar Karpet Saat Membuka Lahan? Sebuah Kajian Sosial dan Budaya

Pernahkah Anda melihat seseorang menggelar karpet atau tikar saat hendak membuka lahan baru, baik untuk rumah, kebun, maupun bangunan komersial? Meski terdengar sederhana, kebiasaan ini menyimpan banyak makna, mulai dari kepraktisan hingga simbolik. Artikel ini membahas secara mendalam tradisi ini dari perspektif sosial, budaya, dan fungsional di masyarakat Indonesia dan beberapa negara lain.

Fenomena Menggelar Karpet Saat Membuka Lahan

Di berbagai daerah di Indonesia, aktivitas membuka lahan bukan hanya soal menebang pohon dan membersihkan semak belukar. Ada tradisi yang sering kali dilakukan sebelum proses fisik dimulai, yaitu menggelar karpet atau tikar di tengah-tengah area yang akan dibuka. Kegiatan ini bisa melibatkan keluarga, tokoh masyarakat, hingga pemuka agama.

Makna Simbolik di Balik Karpet

Menggelar karpet bukan sekadar aktivitas praktis, namun juga sarat makna simbolis. Berikut ini beberapa interpretasi yang berkembang di masyarakat:

  • Ruang Peralihan: Karpet dianggap sebagai "ruang suci sementara" sebelum lahan dijadikan sesuatu yang baru. Ia menjadi batas antara alam liar dan awal kehidupan manusia.
  • Tanda Hormat pada Alam: Dengan menggelar karpet, pemilik lahan seolah “mengetuk pintu” dan meminta izin kepada alam dan makhluk halus untuk memulai pembangunan.
  • Sarana Doa atau Ritual: Karpet digunakan sebagai tempat duduk saat pembacaan doa, tahlil, selamatan, atau bahkan kenduri kecil.

Tradisi Lokal di Berbagai Daerah

1. Jawa Tengah dan Jawa Timur

Di banyak desa di Jawa, sebelum rumah dibangun, keluarga pemilik lahan mengadakan acara "selametan buka lahan." Biasanya mereka menggelar tikar, meletakkan nasi tumpeng, lalu berdoa bersama. Tikar atau karpet menjadi titik berkumpul dan menunjukkan niat baik kepada lingkungan sekitar.

2. Bali

Di Bali, pembukaan lahan biasanya disertai dengan upacara adat "Pecaruan" untuk menyucikan tanah dan menghindari gangguan roh jahat. Karpet atau alas sering digunakan untuk meletakkan sesajen dan media ritual.

3. Kalimantan

Suku Dayak sering mengadakan ritual sebelum membuka hutan. Alas tikar atau karpet digunakan untuk tempat upacara adat atau penyerahan sesaji kepada roh penjaga hutan.

4. Sulawesi dan Maluku

Di beberapa komunitas adat, karpet juga digunakan saat musyawarah atau pembacaan sumpah adat sebelum lahan digunakan. Ini adalah bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai leluhur.

Fungsi Praktis Karpet di Lapangan

Selain fungsi simbolik, menggelar karpet juga memiliki alasan praktis, antara lain:

  • Tempat berkumpul dan berteduh di area terbuka
  • Melindungi dari panas atau tanah basah saat duduk
  • Menjadikan kegiatan pembukaan lahan terasa lebih terorganisir dan “resmi”

Karpet Sebagai Simbol Permulaan

Dalam budaya visual dan sosial, karpet sering diasosiasikan dengan permulaan yang baik. Di berbagai acara, karpet merah digelar untuk tamu kehormatan. Dalam konteks membuka lahan, karpet mencerminkan:

  • Niat suci dan bersih sebelum memulai proyek
  • Keinginan membangun sesuatu dengan restu dari Tuhan dan masyarakat
  • Transisi dari "tanah kosong" menjadi "tanah kehidupan"

Peran Agama dalam Tradisi Ini

Banyak kegiatan menggelar karpet saat buka lahan juga melibatkan unsur keagamaan. Dalam Islam misalnya, biasanya dilakukan doa pembukaan, pembacaan ayat suci, hingga penanaman simbol kayu pertama sambil duduk di atas karpet atau tikar.

Karpet vs Tikar: Bahan dan Gaya Lokal

Di desa, tikar pandan atau tikar plastik sering digunakan. Di kota, orang bisa menggunakan karpet gulung berbahan sintetis. Apapun bentuk dan bahannya, fungsi utamanya tetap sama: alas duduk dan ruang simbolik.

Etika dan Norma Sosial Saat Menggelar Karpet

  • Letak karpet biasanya menghadap kiblat atau pusat lahan
  • Biasanya tidak boleh diinjak sembarangan jika sedang ada doa
  • Orang tua dan tokoh dihormati dengan posisi duduk di sisi karpet tertentu

Apakah Karpet Wajib Dalam Buka Lahan?

Tentu saja tidak wajib secara hukum. Namun dalam konteks adat dan tradisi, hal ini bisa dianggap penting untuk “etika sosial” dan menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitar.

Modernisasi: Karpet dalam Proyek Properti

Di proyek besar seperti perumahan atau pusat perbelanjaan, karpet bisa digunakan saat acara groundbreaking atau peletakan batu pertama. Ini biasanya bagian dari seremoni simbolik yang disaksikan pejabat atau pemilik modal.

Refleksi Filosofis: Karpet dan Kehidupan

Menggelar karpet saat membuka lahan bisa diibaratkan sebagai “membentangkan harapan”. Di atas karpet itulah kita merancang masa depan: rumah, keluarga, atau usaha. Ia menjadi titik nol sebelum segalanya dimulai.

Kritik dan Tanggapan Sosial

Beberapa kelompok menganggap ini hanya bentuk formalitas. Namun banyak pula yang percaya bahwa tradisi ini adalah cara menjaga nilai-nilai spiritual dan sosial dalam proses pembangunan, agar tidak hanya materialistis.

Kesimpulan

Menggelar karpet saat membuka lahan bukanlah sekadar kebiasaan kosong. Ia mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal, rasa hormat terhadap alam, serta simbol awal dari kehidupan yang baru. Baik di desa maupun di kota, praktik ini menjadi bagian penting dari identitas budaya dan sosial masyarakat Indonesia.

Jika Anda berniat membuka lahan, tak ada salahnya untuk mengikuti tradisi ini. Selain mempererat hubungan sosial, hal ini juga membawa ketenangan batin dan penghormatan terhadap ruang yang akan dibentuk menjadi tempat tinggal atau usaha baru.

Ditulis oleh: Tim Budaya Nusantara

Dipublikasikan: 26 Juli 2025

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama