Rebo Wekasan, Menentang Ajaran Muhammad?

Rebo Wekasan dalam Pandangan Islam Salaf
Aqidah & Manhaj

Rebo Wekasan dalam Pandangan Islam Salaf

Menimbang tradisi Rabu terakhir bulan Safar dengan kacamata dalil dan tuntunan ulama salaf.

Di sebagian daerah Nusantara, khususnya di Jawa, masyarakat mengenal tradisi Rebo Wekasan—yakni Rabu terakhir di bulan Safar. Sebagian orang meyakini hari itu sebagai waktu turunnya bala, sehingga mengadakan ritual tertentu untuk menolak musibah. Bagaimana tinjauan Islam, khususnya menurut ulama salaf (Ahlus Sunnah wal Jama'ah)?

Apa Itu Rebo Wekasan?

Istilah Rebo Wekasan berasal dari bahasa Jawa: Rebo berarti Rabu dan wekasan berarti akhir. Dalam praktik budaya, muncul keyakinan bahwa pada hari itu banyak musibah turun sehingga orang berusaha menolaknya dengan doa bersama, mandi safar, atau ritual keselamatan tertentu.

Catatan: Islam tidak menolak adat selama tidak bertentangan dengan syariat. Permasalahan muncul ketika adat dianggap memiliki keutamaan ibadah khusus tanpa dalil yang sahih.

Keyakinan yang Berkembang

  1. Hari sial (naas): Rabu terakhir Safar diyakini sebagai waktu rawan bala.
  2. Turunnya bala besar-besaran: sebagian narasi lokal menyebut jumlah tertentu (mis. ratusan ribu bala).
  3. Ritual khusus: doa tolak bala berjamaah, mandi safar, sedekah khusus pada hari itu.

Pandangan Islam Salaf

1) Tidak Ada Dalil Khusus dari Al-Qur'an dan Hadits

Ulama salaf menegaskan tidak ada dalil sahih yang menetapkan hari Rabu terakhir Safar sebagai hari turunnya bala. Ajaran Islam justru meluruskan keyakinan jahiliyah tentang kesialan waktu atau tanda-tanda tertentu.

"Tidak ada thiyarah (kesialan karena pertanda), tidak ada shafar, dan tidak ada hama."
(HR. Bukhari dan Muslim)

2) Menganggap Waktu Tertentu Membawa Sial Termasuk Syirik Kecil

Bila seseorang meyakini bulan atau hari tertentu sendiri mendatangkan bala, maka itu termasuk syirik kecil karena menjadikan sebab yang tidak ditetapkan syariat. Segala mudarat dan manfaat hanya dengan izin Allah ﷻ.

3) Amalan Khusus pada Rebo Wekasan Tidak Disyariatkan

Ritual yang diikatkan secara khusus pada Rebo Wekasan—seperti mandi safar atau sedekah dengan keyakinan keutamaan spesifik—tidak memiliki landasan. Menjadikannya sebagai ibadah khusus termasuk bid'ah. Adapun doa umum, dzikir, dan sedekah adalah ibadah yang disunnahkan kapan saja tanpa mengaitkannya pada keyakinan hari naas.

4) Sikap Salaf: Tawakkal, Doa, dan Menjaga Sunnah

  • Tawakkal kepada Allah dalam menghadapi ujian.
  • Memperbanyak doa perlindungan seperti al-Mu'awwidzatain (Al-Falaq dan An-Naas) serta dzikir pagi–petang.
  • Menjaga shalat lima waktu tepat waktu.
  • Bersedekah sebagai amalan umum yang mendatangkan rahmat, tanpa keyakinan kekhususan waktu tertentu.

Hikmah & Pelajaran

  • Timbang tradisi dengan dalil: Aqidah dan ibadah harus berpijak pada wahyu, bukan mitos.
  • Musibah adalah ujian: Ia bisa terjadi kapan pun; bukan monopoli hari atau bulan tertentu.
  • Amal terbaik adalah yang sesuai sunnah: Amalan yang benar lebih utama daripada banyaknya amalan tanpa tuntunan.
Ayat penutup:
“Dan jika Allah menimpakan kepadamu suatu kemudharatan, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagimu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya.” (QS. Yunus: 107)

FAQ Singkat

Apakah boleh doa bersama di Rebo Wekasan?
Boleh berdoa kapan saja. Yang tidak boleh adalah meyakini adanya keutamaan khusus pada hari itu tanpa dalil.

Bagaimana jika lingkungan mengadakan ritual khusus?
Jaga ukhuwah: sampaikan dengan hikmah bahwa ibadah harus berdalil. Tetap berbuat baik, namun hindari merutinkan ritual tanpa tuntunan.

Apa amalan pengganti?
Dzikir pagi–petang, shalat, sedekah, silaturahmi, dan memperbanyak istighfar—amalan umum yang disyariatkan sepanjang waktu.

© — Ditulis dengan niat meneladani sunnah.
Silakan salin ulang dengan menyertakan tautan balik.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama