Seorang Pemimpin Tidak Boleh Didemo Meskipun Dia Zalim Menurut Manhaj Salaf
Panduan ringkas namun komprehensif tentang sikap Ahlus Sunnah terhadap pemimpin: larangan demo dan memberontak, batasan ketaatan, adab memberi nasihat, serta hikmah menjaga persatuan umat.
Pendahuluan
Dalam realitas kehidupan, pemimpin bisa adil, bisa pula zalim. Islam tidak membenarkan kezaliman, namun Islam juga melarang cara-cara yang mengundang kerusakan baru. Manhaj salaf—pemahaman para sahabat, tabi’in, dan para imam Ahlus Sunnah—mengarahkan umat agar menjaga persatuan, menahan diri dari aksi yang memperbesar fitnah, serta menempuh jalur nasihat yang syar’i.
Dalil Al-Qur’an & Hadis
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul, dan (taatilah) ulil amri di antara kalian.” (QS. An-Nisa’: 59)
Ayat ini menegaskan kedudukan ulil amri (pemimpin). Ketaatan kepada mereka merupakan perintah syariat, selama tidak berisi maksiat kepada Allah.
“Barang siapa melihat pada pemimpinnya sesuatu yang ia benci, hendaklah ia bersabar; karena siapa yang memisahkan diri dari jamaah sejengkal saja lalu mati, matinya seperti jahiliyah.” (HR. Bukhari & Muslim)
Hadis ini mendorong sikap sabar dan tetap berpegang pada jamaah kaum muslimin.
“Tidak ada ketaatan dalam maksiat kepada Allah; ketaatan itu hanya pada perkara yang ma’ruf.” (HR. Bukhari & Muslim)
Hadis di atas menjadi batasan penting: saat diperintah maksiat, tidak ada ketaatan—namun tetap tidak dibenarkan memberontak.
Mengapa Demo & Pemberontakan Dilarang?
1) Mencegah Fitnah Lebih Besar
Demo dan pemberontakan sering berujung pada korban jiwa, kekacauan, dan perpecahan luas. Syariat menutup pintu kerusakan yang lebih besar (sadd adz-dzari’ah).
2) Menyelisihi Manhaj Salaf
Para imam Ahlus Sunnah menegaskan larangan memberontak terhadap penguasa muslim meski zalim. Mereka memilih sabar dan nasihat sebagai jalan syar’i.
3) Menjaga Jamaah
Keutuhan jamaah kaum muslimin adalah maslahat besar. Guncangan politik yang destruktif melemahkan dakwah, ilmu, dan ibadah.
4) Menutup Pintu Provokasi
Aksi jalanan mudah ditunggangi oleh kepentingan yang tidak syar’i. Islam menjaga umat agar tidak menjadi alat kerusakan.
Batasan Ketaatan
Ketaatan kepada pemimpin bukan mutlak tanpa syarat. Kaidahnya jelas:
- Taat pada perintah yang ma’ruf (sesuai syariat).
- Tidak taat pada perintah maksiat—namun tetap menjaga adab, tidak membuat kerusakan baru.
- Hak rakyat tetap dijaga: menuntut hak dengan cara syar’i, prosedural, dan tidak menantang syariat.
Adab Menasihati Pemimpin
Rasulullah ﷺ mengajarkan metode nasihat yang beradab, bukan memalukan:
- Rahasia & lembut: sampaikan langsung, hindari panggung publik yang mempermalukan.
- Pilih kata terbaik: nasihat adalah ibadah, bukan pelampiasan emosi.
- Tetap hormat: jaga marwah pemimpin sebagai bagian dari menjaga marwah syariat.
- Doakan: mintakan hidayah, taufik, dan perbaikan. Doa mukmin adalah senjata yang ampuh.
- Ikuti jalur syar’i & legal: gunakan mekanisme resmi yang dibenarkan agama dan peraturan, tanpa provokasi massa.
Amalan Pengganti yang Disyariatkan
- Memperbaiki diri & keluarga: banyak kezaliman hilang saat masyarakat bertakwa.
- Menegakkan amar ma’ruf nahi munkar pada lingkup yang mampu dan sesuai kaidah.
- Menuntut ilmu & berdakwah: ilmu melahirkan ketenangan, bukan kegaduhan.
- Berdoa untuk pemimpin: agar Allah perbaiki hati, penasihat, dan kebijakannya.
- Bersabar & bertawakal: sabar bukan pasrah, tapi menahan diri dari cara haram.
Hikmah Menjauhi Demo
- Terjaganya jiwa dan harta kaum muslimin.
- Stabilitas yang memungkinkan ibadah, ilmu, dan ekonomi berjalan.
- Terjaganya wibawa syariat dan persatuan jamaah.
- Pintu perbaikan dibuka melalui nasihat, bukan kerusuhan.
Ringkasnya: demo/memberontak terhadap pemimpin muslim—meski zalim—bukan manhaj salaf. Jalan syar’i: taat pada yang ma’ruf, tidak taat pada maksiat, nasihatkan dengan adab, dan perbanyak doa.
FAQ Ringkas
Apakah ini berarti mendiamkan kezaliman?
Tidak. Islam memerintahkan koreksi dengan cara yang syar’i: nasihat personal, jalur resmi, dan doa; bukan mengobarkan kerusuhan yang menambah mafsadah.
Bagaimana bila kebijakan merugikan rakyat?
Tempuh mekanisme yang dibenarkan syariat dan aturan: audiensi, gugatan hukum, masukan tertulis, dan jalur perwakilan—tanpa provokasi dan tanpa menabrak larangan syariat.
Apakah boleh kritik di media sosial?
Hindari penghinaan dan provokasi publik. Pilih bahasa santun, fokus pada solusi, dan utamakan jalur langsung/terhormat. Menjaga adab adalah bagian dari agama.
Penutup
Manhaj salaf menempatkan kemaslahatan umat di atas emosi sesaat. Karena itu, mendemo atau memberontak terhadap pemimpin—meskipun zalim—dilarang. Syariat mengajarkan ketaatan dalam kebaikan, menolak maksiat tanpa anarki, serta memberikan nasihat yang rahasia dan beradab. Dengan begitu, persatuan terjaga, darah kaum muslimin terlindungi, dan pintu perbaikan tetap terbuka.
Wallahu a’lam.

Posting Komentar